Register Login

Museum Nasional (Perikanan)

Nenek moyangku orang pelaut, gemar mengarung luas samudera, menerjang ombak tiada takut, menempuh badai sudah biasa, angin bertiup layar terkembang, ombak berdebur di tepi pantai, pemuda berani bangkit sekarang, ke laut kita beramai-ramai. Bait lagu itu mungkin masih terngiang di ingatan kita. Dan bila dilihat dari geografi wilayah Indonesia, benar adanyakalau negara ini kaya akan alam yang bersumber dari laut.

Tak heran, Indonesia terkenal dengan sebutan negara kepulauan yang dikelilingi oleh lautan. Lautan indonesia kaya akan ikan dan hasil laut, seperti kerang mutiara dan rumput laut. Selain lautan, Indonesia juga kaya akan ikan air tawar yang hidup di sungai-sungai maupun yang dibudidayakan di tambak. Sangat unik apa yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia dalam memperoleh ikan. Teknik yang dipergunakan untuk menangkap ikan laut dan ikan di darat hampir dikuasai oleh suku bangsa di Indonesia.

Suku Bugis-Makasar dan Buton di Sulawesi misalnya, dikenal sebagai pelaut ulung. Mereka melakukan penangkapan ikan di lautan luas dengan menggunakan kail, jala, jaring, panah, dan bubu. Kemudian mereka menjual hasil tangkapan ke pulau-pulau lain bersama barang dagangan lain, sehingga tak heran apabila orang Bugis-Makasar juga dikenal sebagai long-distance traders. Sementara untuk penangkapan ikan di daratan, selain menggunakan jala, jaring, kail, dan bubu, juga menggunakan tombak.

Museum Nasional menjelaskan secara detail informasi yang dibutuhkan pengunjung. Salah satunya, ketika saya memasuki bagian kebudayaan. Terpampang dengan jelas perahu juga penjelasan detailnya dari suku Asmat. Sebagian besar penduduk Asmat memang memilih bertempat tinggal daerah pesisir pantai atau pinggir sungai. Kondisi alamnya pun tidak memungkinkan dibuat jalan beraspal, sehingga tidak semua kendaraan bermotor bisa melalui jalan tersebut. Transportasi air melalui sungai merupakan pilihan paling aman.

Perahu-perahu panjang dan perahu bermotor sering menjadi pilihan untuk perjalanan antar kampung dan distrik. Untuk mencari sagu dan gaharu di hutan mereka juga menggunakan perahu. Sebelum ada perahu bermotor, perahu tradisional merupakan alat transportasi yang paling penting bagi orang Asmat. Bentuk perahu mereka panjang dan langsing. Di bagian kepala perahu dibuatkan patung dan sisi-sisinya diberi ukiran. Perahu umumnya terbuat dari kayu bakau atau kayu kelapa.

Pembuatan perahu dikerjakan di halaman yeu (rumah khusus laki-laki). Hampir setiap laki-laki suku Asmat dapat membuat perahu yang digunakan untuk perang. Pekerjaan pembuatannya biasa dilakukan secara bergotong royong. Adapun panjangnya antara 2,5 meter hingga 5 meter. Cara mengayuh dengan posisi badan berdiri. perahu ini bisa ditumpangi oleh 5 sampai 6 orang dan seorang yang duduk di muka untuk menunjukkan dan mengarahkan perahu ke tempat yang aman.

Lain lagi dengan model perahu dari Sangir Sulawesi Utara yang terbuat dari kayu. Perahu tradisional ini terkenal dengan sebutan kora-kora. Dipergunakan untuk sarana perdagangan dan peperangan. Bentuknya mirip dengan perahu naga dari Cina, tetapi haluannya diukir dengan motif burung yang menggambarkan roh leluhur pria. (Firman)

Museum Nasional (Gajah) Jalan Medan Merdeka Barat Nomor 12
Telepon (021) 3868 172 Fax (021) 344 7778
Buka Selasa hingga Jumat 09:00 Wib sampai 16:00 Wib dan Sabtu serta Minggu 09:00 Wib sampai 17:00 Wib

Harga tiket:
Dewasa Rp. 5.000,-
Anak-anak Rp. 2.000,-



15 Agustus 2011 - 13:59:17 WIB

Dibaca : 1706

BACA ARTIKEL MENARIK LAINNYA

Museum Keprajuritan Museum Keprajuritan
Jumat, 19 Agustus 2011
Museum Satria Mandala Museum Satria Mandala
Senin, 15 Agustus 2011

SHARE