Mengetahui khazanah klasik di Indonesia menjadi daya tarik sendiri bagi saya. Karena dengan itulah, pengetahuan saya tentang kehidupan dan sejarah di masa silam dapat dikenang. Misalnya emas. Di Indonesia sendiri, penggunaan emas untuk kehidupan manusia telah dikenal sejak akhir masaprasejarah. Dimana ketika bangsa India datang dengan membawa Agama Hindu dan Budha ke nusantara pada awal abad masehi.

Hal itu memberi pengaruh pada pengolahan dan penggunaan emas untuk berbagai keperluan. Tak heran bila dalam agama Hindu dan Budha, emas dianggap memiliki makna keabadian dan sinar kedewataan. Misalnya, cincin stempel. Cincin ini merupakan salah satu bentuk perhiasan yang memiliki fungsi sebagai tanda legitimasi. Kemungkinan pula sebagai salah satu benda pelengkap upacara untuk persembahan/sesaji atau isi peripih. Bentuk cincin stempel ini umumnya tidak dihias dengan batu permata. Permukaannya berukir tulisan atau gambar yang dibuat terbalik.

Bahkan, senjata di masa silam, juga memiliki fungsi yang banyak. Misalnya, selain digunakan sebagai alat perang dan bela diri serta berburu, senjata juga sebagai lambang status sosial. Berbagai koleksi memang tersedia di Museum Nasional (Gajah) yang saya kunjungi ini. Di sana memang kaya akan pengetahuan yang bermanfaat bagi saya dan mungkin masyarakat pada umumnya. Misalnya, seputar penemuan piring di Banyumas pada abad 9 atau 10 Masehi. Piring tersebut berhias seorang wanita dengan rambut terurai. Ada juga bermacam arca yang menjadi kepercayaan dalam agama Hindu.

Menurut ajaran agama Hindu, mereka mengenal dewa-dewa. Seperti Brahma, Wisnu, dan Siwa. Itulah yang saya lihat ketika masuk ke Museum Nasional (Gajah). Di sana terdapat berbagai koleksi tentang khazanah klasik di Indonesia. Ada pula Badong yang dipergunakan oleh bangsawan. Berdasarkan relief yang ada, Badong juga digunakan oleh laki-laki bangsawan yang sudah meninggalkan kehidupan duniawi dan menjadi pendeta. Yakni sebagai lambang dari kesucian atau menandai pelepasan diri dari kenikmatan dunia. (Firman)