Register Login

Monumen Pancasila Sakti (Paseban)

Untuk memasuki Paseban yang tepatnya di depan Monumen Pancasila Sakti ini, Anda berjalan masuk sekitar satu kilometer dari Jalan Raya Pondok Gede. Di kelilingi tembok tinggi sejak muka hingga belakang. Memang di dalam tembok besar itulah, beberapa bangunan bertebaran yang menjadi bekas orang-orang PKI menjalankan aktivitas. Di lingkungan Lubang Buaya ini, banyak menyimpan sejarah Bangsa Indonesia. Tak terkecuali Paseban. Setelah melihat beberapa foto dan koleksi sejarah diorama seputar aktivitas Presiden Soekarno dan Soeharto, kini saatnya saya menuju ke tangga atas.

Di sana terdapat satu ruangan yang mengoleksi baju-baju pahlawan revolusi yang telah gugur. Pancasila sebagai salah satu sumber Bangsa Indonesia menjadi pegangan dalam menatap dan melangkah ke masa depan. Dengan demikian, menjaga, mengamalkan, dan menjaga Pancasila dalam kehidupan sehari-hari menjadi tugas bersama masyarakat Indonesia. Karenanya, dengan asas Pancasila lah persatuan dan kesatuan serta kerukunan warga akan terjalin dengan baik. Semua aktivitas dapat berjalan dengan damai.

Itulah yang menjadi pedoman generasi bangsa dimasa silam, salah satunya korban pemberontakan Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G 30 S/PKI). Mereka yang gugur pada 1965 menjadi bukti akan kekejian partai yang berdiri dan eksis ketika masa Orde Lama itu. Ketika memasuki Paseban Monumen Pancasila Sakti, saya pun disuguhkan beberapa pemandangan yang sedikit membuat sikap patriotisme muncul. Ada papan petunjuk yang menyatakan pakaian dan bekas darah. Informasi tersebut setidaknya membuat penasaran yang menyelimuti diri saya untuk segera masuk dan mengetahui isi ruangan yang dimaksud dalam papan petunjuk tersebut.

Benar saja, sebelum saya melihat berbagai bukti itu, saya melihat foto-foto yang menjadi korban keganasan G 30 S/PKI. Foto-foto yang terpampang itu menyiratkan ketegaran dan keberanian ketujuh korban yang disebut sebagai Pahlawan Revolusi. Korban yang meninggal dalam mempertahankan Pancasila. Tulisan "Dengan Tetes Darah dan Air Mata Membasahi Bumi Pertiwi, Kini Mereka Telah Tiada. Tekad dan Doa Kita Meneruskan Perjuangan dengan Pengabdian Terbaik untuk Merah Putih" pun menghiasi di atas foto mereka. Saya pun mengamati satu persatu koleksi tersebut. Mayor Jenderal TNI Anumerta Sutoyo Siswomiharjo. Saat itu menjabat Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat. Beliau dilahirkan di Kebumen, 23 Agustus 1922. Dengan pendidikan HIS di Semarang, AMS tahun 1942 di Semarang, dan Balai Pendidikan Pegawai Negeri di Jakarta. Karirnya pun terus menanjak.

Dan terakhir kali pada 1961 pangkat beliau naik menjadi Kolonel dan menjabat sebagai IRKEHAD serta pada 1964 menjadi Brigjen. Dalam koleksi yang berada di dalam kaca beliau, selain foto bersama istri terdapat pula foto saat bertugas dan sesaat ketika jenazah diangkat dari Lubang Buaya. Terdapat pula baju yang dikenakan ketika itu dengan lumuran darah. Serta beberapa perlengkapan lain di antaranya pangkat yang dikenakan dan beserta tongkat kebesaran. Beralih ke Mayor Jenderal Anumerta Donald Isaac Panjaitan. Dengan jabatan Asisten IV Menteri/Panglima Angkatan Darat bidang Logistik pada 1962. Beliau lahir di Balige, Tapanuli pada 9 Juni 1925. Pendidikan Militer yang ditempuh adalah Latihan Gyugun. Selain juga mengikuti Kursus Militer Atase (Milat), pada 1956 dan Associated Command and General Staff College, di Amerika Serikat.

Prestasi yang dimiliki beliau adalah salah seorang pembentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan membongkar rahasia pengiriman senjata dari Republik Rakyat Cina (RRC) untuk PKI. Koleksi sejarah milik beliau yang terpampang di antaranya foto bersama istri, foto saat bertugas, dan foto sesaat ketika jenazah diangkat dari Lubang Buaya. Selain Terdapat pula celana yang dikenakan ketika itu dengan bekas darah. Serta beberapa atribut topi dan seragam dinas. Adapula beberapa koleksi foto dari Letnan Jenderal Anumerta Siswondo Parman dengan jabatan terakhir sebagai Asisten I Menteri/Panglima Angkatan Darat Bidang Intelijen.

Pria kelahiran Wonosobo, Jawa Tengah, pada 4 Agustus 1918 ini memiliki pendidikan umum terakhir di Sekolah Tinggi Kedokteran, walau tidak tamat. Pendidikan lainnya adalah Kenpei Kasya Butai dan pendidikan tentara pada Military Police School, Amerika Serikat. Koleksi yang beliau tinggalkan dan menjadi kenangan adalah jam tangan dan baju yang dikenakan ketika kejadian tersebut. Juga Jenderal TNI Anumerta Achmad Yani dengan jabatan terakhir Menteri/Panglima Angkatan Darat/Kepala Staf Komando Operasi Tertinggi pada 1962.

Beliau lahir di Jenar, Purworejo, pada 19 Juni 1922. Dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata beserta enam rekan lainnya. Beliau pernah mengikuti pendidikan militer pada Dinas Topografi Militer di Malang, pendidikan Heiho di Magelang, Tentara Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor, Command and General Staf College di Fort Leaven Worth, Kansas, USA, tahun 1955, dan Spesial Warfare Course di Inggris, tahun 1956. Beliau mengisi koleksinya dengan dua tongkat kebesaran, seragam dinas beserta topi, dan serpihan peluru yang bersarang di tubuhnya. Adapula foto bersama istri, saat bertugas, dan foto jenazah sesaat setelah diangkat.

Jenderal Anumerta Raden Suprapto yang menjabat Deputi II Menteri/Panglima Angkatan Darat bidang Administrasi juga terdapat di sana. Lahir di Purwokerto, pada 20 Juni 1920 dan mengikuti pendidikan MULO (setingkat SLTP), AMS (setingkat SMU) Bagian B di Yogyakarta tamat tahun 1941, Kursus Pusat Latihan Pemuda, dan Latihan Keibodan, Seinendan, serta Syuisyintai. Pendidikan tentara juga diikutinya pada Koninklijke Militaire Akademie di Bandung walau tidak sampai tamat. Beliau meninggal di Jakarta, pada 1 Oktober 1965. Dalam koleksi yang berada di dalam kaca beliau, selain foto bersama istri terdapat pula foto saat bertugas dan sesaat ketika jenazah diangkat dari Lubang Buaya. Terdapat pula baju dan sarung yang dikenakan dengan lumuran darah. Karena ketika itu, seperti dikabarkan beliau dipaksa untuk dipanggil tanpa diberi waktu ganti baju.

Jenderal Anumerta Mas Tirtodarmo Haryono lahir Surabaya pada 20 Januari 1924. Pendidikan ditempuh melalui ELS (setingkat Sekolah Dasar), HBS (setingkat Sekolah Menengah Umum), dan Ika Dai Gakko (Sekolah Kedokteran masa pendudukan Jepang). Dengan jabatan akhir sebagai Deputi III Menteri/Panglima Angkatan Darat bidang Perencanaan dan Pembinaan. Salah satu koleksi beliau adalah foto bersama dengan keluarga. Kapten CZI Anumerta Pierre Andreas Tendean. Beliau adalah ajudan Abdul Harris Nasution, salah satu target utama dalam penangkapan saat itu yang berhasil lolos.

Pierre adalah seorang keturunan Manado. Lahir di Jakarta pada 21 Februari 1939. Beliau masuk ATEKAD Angkatan ke VI di Bandung pada 1958, dan pada 1959 ketika sebagai Kopral Taruna, serta ikut dalam operasi Sapta Marga di Sumatera Utara. Dilantik sebagai Letda CZI pada 1962. Setelah mengalami beberapa kali tugas, pada tahun 1965 diangkat sebagai Ajudan Menko Hankam/Kasab Jenderal TNI A.H. Nasution ketika pangkatnya masih Letda, kemudian naik menjadi Lettu.

Ketika interogasi di Lubang Buaya, ternyata gerombolan G30S/PKI "salah tangkap". Pierre yang dikira sebagai Nasution, akhirnya dieksekusi terakhir. Mungkin karena beliau dianggap bukan yg diprioritaskan. Hal ini seperti fakta bahwa posisi mayat Pierre terletak paling atas saat proses evakuasi jenazah.

Adapun runtutan jenazah dimasukkan kali pertama ke dalam Lubang Buaya adalah jenazah Mayor Jenderal Anumerta Donald Isaac Panjaitan, kemudian Jenderal TNI Anumerta Achmad Yani, Jenderal Anumerta Mas Tirtodarmo Haryono, Mayor Jenderal TNI Anumerta Sutoyo Siswomiharjo, Jenderal Anumerta Raden Suprapto yang diikat bersama dengan Letnan Jenderal Anumerta Siswondo Parman, dan terakhir adalah jenazah Kapten CZI Anumerta Pierre Andreas Tendean.

Seluruh jenazah dianugerahkan pangkat Anumerta, yaitu gelar kenaikan pangkat satu tingkat yang diberikan kepada seseorang yang meninggal dunia akibat suatu peristiwa yang berhubungan dengan bela negara, atau mengangkat dan mengharumkan nama bangsa. Selain itu, juga terdapat koleksi perlengkapan lain terkait Pahlawan Revolusi itu. Seperti beberapa biografi sosok yang juga meninggal pada saat pemberontakan G 30 S/PKI 1965. Juga tabung gas yang digunakan untuk mengambil jenazah dari Lubang Buaya dan macam-macam peralatan olahraga yang menjadi kegemaran para perwira militer itu.

Keluar dari ruangan penuh koleksi, saya pun disuguhkan tulisan besar yang menjiwai saya. Yaitu "Zaman dan Generasi Boleh Berganti. Fakta Pengorbanan ini Adalah Milikmu, Milikku, Milik Kita sebagai Bangsa yang Besar yang Selalu Menghargai Pahlawannya. Terima Kasih dan Selamat Jalan Saudaraku. Doa yang Ikhlas Selalu Dinanti." Mungkin itu hanya tulisan. Namun, dengan penuh menghayati, maka kita akan menemukan arti yang tersirat. (Firman)



18 Agustus 2011 - 12:46:39 WIB

Dibaca : 3965

BACA ARTIKEL MENARIK LAINNYA

Museum Basoeki Abdullah Museum Basoeki Abdullah
Selasa, 05 Juli 2011
Lukisan Jean Pieterszoon Coen Lukisan Jean Pieterszoon Coen
Jumat, 22 Februari 2013
Museum Bank Indonesia Museum Bank Indonesia
Rabu, 05 Oktober 2011
Museum Manggala Wanabakti Museum Manggala Wanabakti
Selasa, 09 Agustus 2011
Museum Nasional (Kesenian) Museum Nasional (Kesenian)
Senin, 15 Agustus 2011

SHARE